Rabu, 20 April 2011

PANCAROBA JAKARTA

Bulan Maret telah terlewati oleh 31 pancaran matahari, udara panas sewaktu-waktu datang, begitu juga dengan hawa dingin malam hari, cuaca makin tidak menentu, menurut para ahli ilmu alam disebabkan karena pemanasan global. Peralihan musim selalu berganti setiap tahun dari dahulu, ada dua musim di Jakarta yaitu musim hujan dan musim kemarau, normalnya adalah setiap enam bulan sekali musim berganti.

Tahun 2011 sepertinya musim hujan lebih banyak dari tahun sebelumnya, jalanan penuh air adalah pemandangan dehabis hujan, dibagian Jakarta manapun. Jakarta sebagai Ibukota Indonesia, selalu berbenah, mempercantik wajahnya supaya tampak indah dan anggu dilihat dari luar, pembangunan tiada pernah berhenti, jalanan, perumahan dan gedung bertingkat setiap bulan bertambah, bahkan trotoar dan halte bergonta-ganti warna dan gayanya. Jakarta seperti jantung pada tubuh manusia, berdetak setiap waktu siang dan malam.

tarian alam hampir datang setiap hari, kapan saja, pagi, siang, sore, ataupun malam hari. Saat siang datang cahaya matahari seperti diatas kepala, panas menyengat membuat keringat tak henti-hentinya keluar dari pori-pori kulit manusia. peralihan musim dari musim hujan menjadi kemarau tahun ini kacau, tarian alam (hujan) masih sering datang, banjirpun mengancam disetiap sudut jakarta. Bukan hanya musim yang berubah di Jakarta, wajah dan peraturannyapun berubah, dan bertambah sesuai kebutuhan pemerintah.

Perubahan yang terjadi di jakarta terkadang tidak dibarengi dengan pengendalian, atau tata kota yang bijaksana, peraturan dibuat seakan demi mendapat keuntungan pejabat, bukan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tempat tidur dan tempat belanja atau bersenang-senang, menjamur diseluruh Jakarta, imbasnya penggusuran dimana-mana, tidak peduli sekolahan, tempat ibadah, ataupun kuburan. Tanah berhektar-hektar yang bisa menampung ribuan manusia, menjadi hanya untuk ratusan orang, dengan alasan kenyamanan, keamanan, dan ketertiban, yang sejatinya berisi kekhawatiran penghuni, dan pengunjung bangunan baru tersebut.

Orang-orang pinter berlomba-lomba datang ke Jakarta, menawarkan program baru, gagasan baru, untuk keindahan Jakarta, sekali lagi bukan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Indonesia terdiri dari 33 Provinsi saat ini, perputaran rupiahnya 90 % mengitari jakarta. Seperti laba-laba jakarta senantiasa menebar jaring dan mencari mangsa, apapun dijerat dan dimangsa. Bukan hanya makanan dan minuman yang masuk keperut, batu,pasir kaca, dan segala jenis benda masuk kedalam perut. Perut-perut buncit berdampingan dengan perut-perut lapar dan busung, bertolak belakang dan tidak pernah akur. Satu yang meresahkan yaitu pancaroba ketidakjujuran, awalnya baik menjadi munafik. Demi nafsu pribadi untuk menikmati indahnya Jakarta.

Jakarta sebagai Pusat segala pusat, baik pemerintahan sampai keagamaan, semua hampir ada di Jakarta. Pusat kebijakan dan pusat kebejatan berdampingan, dari kantor instansi satu dengan yang lainnya. Ibukota seperti ditelanjangi kemuliaannya, diinjak-injak harga dirinya, sang Ibu hanya meratap tanpa suara ditengah malam gelap, ditemani gemerlap lampu jalan dan tangis lapar serta dingin malam tidur di bawah jembatan dan emper toko. Isak tangis Ibukota hanya menjadi tontonan, bahkan ejekan juga caci maki para penggemar korupsi. Pancaroba Jakarta berikutnya semoga menjadi indah penuh kembang harum kedamaian, kenyamanan, dan kesejahteraan Masyarakatnya, Ibukota tersenyum penuh kebanggan dan kebahagiaan menyambut generasi baru dan kebaikan baru, bukan keburukan baru.