Selasa, 09 April 2013
DESAKU Bagian 2
Kelurahan
Kutamendala salah satu kelurahan luas di wilayah Kecamatan Tonjong,
kalau dilihat dari jalan raya memang kelihatan kecil, tetapi wilayah
Kutamendala sebenarnya memanjang dari perbatasan kabupaten Tegal sampai
Ciregol, atau Kelurahan Tonjong, disebelah utara ketimur sampai
perbatasan Kelurahan Karang jongkeng. Kelurahan Kutamendala terdiri dari
beberapa dukuh atau biasa disebut komplek, Kelurahan Kutamendala biasa
disebut juga Karang sawah, orang luar Kelurahan Kutamendala lebih
mengenal karang Sawah daripada Kutamendala, namun anehnya Karang Sawah
hanya disebut untuk beberapa komplek saja, Dukuh satir dan Gardu tetap
diucapkan sesuai nama komplek.
Desa pertama adalah Kutamendala,
letaknya dipinggir hutan jati lor, kali Lor, sampai sekarang masih ada
sisa-sisa peninggalannya, diantaranya adalah Pesantren, dan Kuburan
Keramat dekat Gunung Anjing, emnurut cerita orang tua, sebelum
Kutamendala ada Desa lagi didalam hutan, deket Slengsing keatas, setelah
jaman Kemerdekaan, dan peristiwa G 30 S PKI, dan DI/TII, masyarakat
Kutamendala mencari tempat aman turun kebawah yang sekarang disebut
karang Sawah, jaman dulu banyak Karang atau tempat pembakaran batu
kapur, yang biasa disebut Bubuk, sebelum jadi rumah adalah persawahan
yang luas, awalnya hanya sebuah gubuk untuk berteduh saat sedang nggebah
manuk prit atau nungguin padi yang mulai menguning siap untuk dipanen,
karena keadaan Desa Kutamendala yang tidak aman oleh para pemberontak
NKRI, katanya, akhirnya gubuk yang tadinya kecil dirubah menjadi rumah
tempat tinggal sekeluarga, satu persatu pindah demi keamanan,
lama-kelamaan jumlahnya semakin banyak, dan betah tinggal disawah,
mungkin itu salah satu awal disebutnya karang sawah.
Kita mulai
dari sebelah utara, Komplek Kutamendala nama tetap tidak berubah,
dibawah kutamendala adalah komplek Tangsi baru, atau sekarang lebih
dikenal Balong Sari, dan terpisah Kali Lor ada Karut atau karang Sawah
Utara. Komplek Balong Sari berdekatan dengan Kuta lembang, sebelahnya
Alfalah, lalu sebalah selatan paling timur ada Pekandangan, sebelah
barat ada, Karang Asem, dan Sidodadi, lebih akrab disebut SKM ( Sidodadi
Karang Asem ), terpisah rel ada Komplek baru yang namanya
Undung-undung, ini mungkin dapat menjadi contoh awal berdirinya karang
Sawah, karena awalnya di Undung-undung hanya ada satu dua rumah,
sekarang sudah menjadi Komplek sendir, dengan Karang Sawah hanya berbeda
kisah sejarah saja. Sebelah selatan ada Komplek Dukuh Satir, kemudian
terpisah kali Pedes ada Purwosari atau Pulo Sari, posisinya sejajar
dengan Undung-undung. Dekat jalan Raya dan lapangan Perhutani ada Pandan
Sari, Komplek yang cukup besar, menjadi sentral Kelurahan Karang Sawah,
namun Panda Sari sekarang menjadi tiga, ada Sumber Harjo, dan Gunung
Pandan, meskipun Sumber harjo awalnya hanya sebuah nama Rice Mill milik
HJ, Masyitoh, tapi warga sekitar seperti ingin memisahkan diri dan
menamakan Komplek Sumber harjo, mirip antara Palestina dan Israel,
Negara didalam Negara, Gunung Pandan contoh kedua dari sejarah karang
sawah, dari satu rumah sekarang sudah puluhan rumah berdiri, listrikpun
sudah menerangi, bahkan ada SMK Tonjong didalamnya.
Sebelah
barat yang bersiinggungan dengan Kabupaten Tegal adalah Komplek gardu,
keselatannya ada Komplek kengbeng, biasa disebut juga Wadas Gumantung.
Gardu adalah Komplek terbesar di kelurahan Kutamendala, rumah-rumah
dipinggir rel dan deket sawah, kini bahkan sudah banyak sawah yang
menjadi rumah di Gardu, ada Isyu bahwa Komplek Gardu mau memisahkan diri
dan menjadi kelurahan sendiri, namun entah kapan belum jelas, Komplek
gardu juga ada beberapa Komplek diantaranya, Krompot, Kubang kelong, dan
Gili Putih. Jumlah penduduk kelurahan Kutamendala mungkin paling banyak
se Kecamatan Tonjong, kalau warganya masih memakai KTP kampung, karena
urusan pekerjaan, banyak warga Kelurahan Kutamendala yang pindah
kewarganegaraan, sesuai daerah perantauannya. Sepuluh tahun atau dua
puluh tahun kedepan mungkin akan ada nama Komplek baru di Kelurahan
Kutamendala, yang paling dekat adalah wilayah jati Bungkus, sebelah
Gunung Pandan, dari SMKN Tonjong menuju Gardu sudah banyak rumah
berdiri, bisa jadi dengan ide dari para penghuninya akan menamakan
wilayah itu adalah Komplek baru, dan jika sampai terjadi maka jarak
antara Karang Sawah dan Gardu menjadi semakin dekat. Monggo silahkan
usul nama untuk saudara baru kita. Aparat pemerintah Desa Kutamendala
harus memikirkan gejala-gejala pertumbuhan penduduk dan pelebaran
wilayah, khususnya dikemudian hari nanti akan ada nama-nama baru, kalau
untuk jumlah wilayah tidak mungkin nambah, semakin banyak rumah dan
bangunan di wilayah Desa Kutamendala, semakin sedikit jumlah lahan,
ladang maupun sawah, apa kiat dan langkah Pemerintahan Desa Kutamendala
untuk mengatasi itu, kita tunggu saja Gebrakannya.
DESAKU Bagian 1
Desaku ada diujung Kabupaten Brebes, paling selatan sebelum Bumiayu, ada tiga kali yang menjadi sumber air, Kali Lor atau ada yanng menyebut kali prupuk, Kali kidul atau Kali Pedes, dan Kali Glagah. Kali Lor memiliki keunikan banyak batu besar dan kuat, berwarna gelap seperti warna kulit kebo, disebelah utara ada hutan jati yang hijau dan rindang, sebelum habis dicuri massal pada awal masa Reformasi, tapi kini jati muda sudah mulai tumbuh dan menghijaukan kembali hutan dekat kali Lor, kali pedes dengan ciri pasir hitam dan batu kecil yang mudah dipecah, pasir dan batu kali Pedes adalah sumber daya alam yang sudah terkenal seantero Kabupaten Brebes, bahkan sampai Tegal, pasir dan batu yang melimpah ruah perlahan seakan habis dikuras oleh pengusaha batu belah atau split, koral, sehingga kini kali Pedes mengalami penurunan kualitas pasir dan batu karena semakin langka. Kali Glagah hampir sama dengan kali Pedes, pasir dan batu kecil-kecil, namun kualitas pasirnya lebih bagus kali Pedes, sebab Kali Glagah pasirnya berlumpur, warnanya tidak sehitam pasir kali Pedes. Ketiga kali ini memiliki keistimewaan masing-masing, dan ketiganya adalah sumber penghasilan yang tidak habis-habisnya, dan mungkin tidak akan habis jika hanya diperuntukkan bagi warga Kelurahan Kutamendala saja.
Selain Kali dan Hutan atau alas, Kutamendala juga ada beberapa Gunung, meskipun bukan Gunung berapi, disebelah utara deket komplek Kutamendala ada Gunung Anjing dan Gunung Asu, didekat Komplek Pandansari ada Gunung Pandan, dan disebelah barat deket Komplek gardu ada Gunung menjangan. Ketiga Gunung tersebut sebenarnya bukan seperti gunung-gunung yang kita bayangkan, misal Gunung Slamet atau merapi, Gunung di Kelurahan Kutamendala adalah sebuah bukit kecil yang tidak terlalu tinggi, entah mengapa bukit itu dinamakan gunung. Digunung-gunung tersebut berisi tanaman-tanaman perkebunan, misal bambu, bodin, angkrik dan lain sebagainya, tanamannya heterogen, tergantung dari pemilik tanah didunung tersebut, Banyak kisah tentang asal usul nama Gunungtersebut namun sampai saat ini belum ada yang menuliskannya, yang banter tersiar adalah cerita-cerita mistiknya, nasib yang tragis adalah Gunung pandan, sejak ada SMK Negeri TONJONG, Gunung Pandan semakin berkurang, hanya tinggal beberapa ribu meter saja, dulu Gunung Pandan sejuk dipandang karena banyak pohon, sekarang hijaunya alam berganti pemandangan warna kuning coklat karang sisa pengerukan, dan tanah yang dulu subur seakan sirna akibat pembangunan yang katanya untuk kemakmuran, tapi nyatanya kata kemakmuran jauh panggan dari api, alias terbengkalai. Gunung Menjanganpun sekarang tinggal separo, sebab sudah diratakan setengah, hanya gunung anjing yang masih tegak berdiri karena jauh dari kampung, mungkin jika letaknya deket jalan raya nasibnya akan sama.
Dahulu kala hampir seratus persen penduduk Desa Kutamendala adalah petani, pemilik sawah atau penggarap sawah, anak usia belasan tahun sudah mahir macul, seiring perkembangan jaman, dan semakin banyak jumlah penduduk, sawah yang tadinya ditanami padi, jagung dan tanaman palawija kini berganti bangunan rumah, dan tempat usaha, jumlah lahan sawah semakin berkurang, khususnya diwilayah Candi Bolang dan jati Bungkus, semenjak berdiri SMK, jalur irigasi terganggu, bahkan sebagian habis, sebab karena bangunan akhirnya wangan hilang yang akhirnya nasib sawah deket SMK terbengkalai, tidak produktif, sampai sang pemilik sawah menjualnya, dan kini sawah-sawah tersebut menjadi rumah. Semakin berkurangnya jumlah lahan sawah, semakin sedikit hasil panen dan semakin mahal harga beras. Sekarang kebanyakan warga Kelurahan Kutamendala adalah Perantauan, bukan hanya di jakarta, atau di Indonesia, bahkan sekarang sudah banyak yang menjadi Tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Perubahan sosial dari Petani menjadi perantau tentu merubah gaya hidup warga kelurahan Kutamendala, dan sekarang anak umur belasan sudah tidak mahir macul, bahkan yang umur tiga puluhanpun sudah lupa dengan jurus maculnya, karena sudah lama tidak menginjakkan kaki diswah. Sepuluh atau dua puluh tahun mendatang entah apa jadinya nasib Desa Kita, Hutan yang dulu setiap libur panjang sekolah kini sepi, kali yang dulu sarana bermain dan berenang kini sunyi, sawah untuk belajar bercocok tanam kini dijauhi. Masihkah akan bertahan desa Kutamendala atau akan menjadi Kota mandala.
Langganan:
Postingan (Atom)