Selasa, 09 April 2013

DESAKU Bagian 3

Setiap mahluk hidup pasti akan merasakan mati, kalimat itu datangnya dari Tuhan. Desa Kutamendala warganya hampir seratus persen menganut agama Islam, dan menurut hukum Islam orang yang mati harus dikubur, kecuali matinya dilautan atau kebakaran lain cerita. Desa yang luas wilayahnya ini mempunyai TPU ( Tempat Pemakaman Umum ), sering disebut Kuburan atau Makam. Kuburan yang luas adalah Makam Gede, terletak di sebelah timur Komplek Kutalembang dan Balong Sari, dimakam itu ada kuburan Almarhum KH. Abu Seri dan para sesepuh Desa terdahulu, di sebelah utara tepatnya di Komplek Kutamendala ada Makam Keramat, letaknya dibawah Gunung Anjing, dimakam inilah sebenarnya para pendiri Desa Kutamendala dikebumikan, sebab Makam Keramat adalah makam tertua Desa Kutamendala, meski sampai sekarang belum jelas silsilahnya siapa saja yang dimakamkan disana, dan sejak jaman Kerajaan apa Makam Keramat ada, tentu disana ada situs yang mesti digali kebenarannya, sebab dari namanya saja penuh tanda tanya, begitu juga dengan nama Kutamendala, pada jaman Kerajaan Hindu dan Budha Mandala artinya tempat para pendeta, atau tempat belajar, menuntut ilmu, yang setelah Agama Islam berkembang berubah nama menjadi Pesantren, dan diujung Komplek Kutamendala masih tetap dinamakan Pesantren, sekarang sudah dibangun lagi Pesantren yang diasuh oleh Ustad Khaeron Syatibi, di Komplek Pesantren menurut cerita ada sumber mata air yang disebut sumur kanoman, airnya dapat untuk obat dan jika meminumnya sang peminum menjadi awet muda, atau wajahnya terlihat muda, sekarang sumur itu kurang perawatan.

Selain Makam Gede dan Keramat ada Makam Gunung Pandan, disebelah barat Komplek Pandan Sari, sebelum masuk Makam ada sumur yang dinamakan Sumur Belimbing, orang tua jaman dulu tentu tidak akan asal memberi nama suatu tempat, seperti halnya dengan Sumur Belimbing. Sekarang pohon Belimbingnya sudah tidak ada, tetapi sumurnya masih ada, bahkan saat musim kemarau airnya tidak kering, padahal sumur Belimbing tidaklah dalam, menurut cerita air sumurnya bisa buat obat Kelayu, atau obat untuk penyakit tertentu. Nasib sumur Belimbing hampir sama dengan sumur banyu Kanoman, tidak terawat. Sebelah barat Komplek Pekandangan ada Makam Candi Garit, letaknya dibibir jurang Kali Pedes, sampai sekarang kata Garit belum ketemu makna yang tepat untuk warga Kutamendala, karena kata ini sudah jarang diucapkan, kecuali untuk menyebut nama Makam tersebut. Sebelum memasuki Komplek Gardu ada sebuah Makam lagi, meski sekarang luasnya berkurang karena terkena gusuran untuk pelebaran jalan. Selain Makam-makam tersebut masih ada banyak makam yang tersebar di wilayah Kelurahan Kutamendala, salah satunya adalah di Karang Sawah Utara, tepatnya dibawah pohon Kecacil, ada makamnya salah satu pendiri Karang Sawah yaitu, Kaki ASMA NGALIGARENG, namun sekarang sudah rata dengan tanah dan dijadikan rumah serta pos ronda.

Komplek Dukuh Satir yang berbatasan dengan Desa Makam Dawa, memiliki Makam Keramat yang disebut Pesanggrahan, dan setiap tahun dikunjungi warga Karang Sawah setelah tujuh hari lebaran, kegiatan tersebut dinamakan NYADRAN. Menurut cerita Makam tersebut adalah tempat singgah Syekh Maulana Malik Maghribi saat berdakwah menyebarkan agama Islam dipulau Jawa, Kelurahan Kutamendala atau Kabupaten Brebes adalah daerah perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, tidak menutup kemungkinan cerita itu benar, meski sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah tentang situs makam tersebut. Sebenarnya banyak kisah-kisah tentang makam-makam yang ada di Kelurahan Kutamendala namun masih simpang siur, ada cerita tentang Makam Mbah Bolang, yang sampai sekarang ada daerah persawahan yang disebut Candi Bolang, Mbok Sijem dideket hutan alas Jati Lor, dan di Karetan yang ada sumber air panasnya, berbatasan dengan Kelurahan Prupuk. Sampai sekarang pihak Desa belum memberikan perhatian khusus tentang makam. Keberadaan makam yang setiap tahun bertambah penghuninya tidak semakin luas, bahkan bisa dikatakan semakin sempit, semakin banyak warga yang mengkijing atau mendirikan bangunan pada kuburan semakin sempit lahan untuk mengubur mayat, jika ini terus terjadi maka dikemudian hari akan ada perselisihan saat mau mengubur mayat.

DESAKU Bagian 2

Kelurahan Kutamendala salah satu kelurahan luas di wilayah Kecamatan Tonjong, kalau dilihat dari jalan raya memang kelihatan kecil, tetapi wilayah Kutamendala sebenarnya memanjang dari perbatasan kabupaten Tegal sampai Ciregol, atau Kelurahan Tonjong, disebelah utara ketimur sampai perbatasan Kelurahan Karang jongkeng. Kelurahan Kutamendala terdiri dari beberapa dukuh atau biasa disebut komplek, Kelurahan Kutamendala biasa disebut juga Karang sawah, orang luar Kelurahan Kutamendala lebih mengenal karang Sawah daripada Kutamendala, namun anehnya Karang Sawah hanya disebut untuk beberapa komplek saja, Dukuh satir dan Gardu tetap diucapkan sesuai nama komplek.

Desa pertama adalah Kutamendala, letaknya dipinggir hutan jati lor, kali Lor, sampai sekarang masih ada sisa-sisa peninggalannya, diantaranya adalah Pesantren, dan Kuburan Keramat dekat Gunung Anjing, emnurut cerita orang tua, sebelum Kutamendala ada Desa lagi didalam hutan, deket Slengsing keatas, setelah jaman Kemerdekaan, dan peristiwa G 30 S PKI, dan DI/TII, masyarakat Kutamendala mencari tempat aman turun kebawah yang sekarang disebut karang Sawah, jaman dulu banyak Karang atau tempat pembakaran batu kapur, yang biasa disebut Bubuk, sebelum jadi rumah adalah persawahan yang luas, awalnya hanya sebuah gubuk untuk berteduh saat sedang nggebah manuk prit atau nungguin padi yang mulai menguning siap untuk dipanen, karena keadaan Desa Kutamendala yang tidak aman oleh para pemberontak NKRI, katanya, akhirnya gubuk yang tadinya kecil dirubah menjadi rumah tempat tinggal sekeluarga, satu persatu pindah demi keamanan, lama-kelamaan jumlahnya semakin banyak, dan betah tinggal disawah, mungkin itu salah satu awal disebutnya karang sawah.

Kita mulai dari sebelah utara, Komplek Kutamendala nama tetap tidak berubah, dibawah kutamendala adalah komplek Tangsi baru, atau sekarang lebih dikenal Balong Sari, dan terpisah Kali Lor ada Karut atau karang Sawah Utara. Komplek Balong Sari berdekatan dengan Kuta lembang, sebelahnya Alfalah, lalu sebalah selatan paling timur ada Pekandangan, sebelah barat ada, Karang Asem, dan Sidodadi, lebih akrab disebut SKM ( Sidodadi Karang Asem ), terpisah rel ada Komplek baru yang namanya Undung-undung, ini mungkin dapat menjadi contoh awal berdirinya karang Sawah, karena awalnya di Undung-undung hanya ada satu dua rumah, sekarang sudah menjadi Komplek sendir, dengan Karang Sawah hanya berbeda kisah sejarah saja. Sebelah selatan ada Komplek Dukuh Satir, kemudian terpisah kali Pedes ada Purwosari atau Pulo Sari, posisinya sejajar dengan Undung-undung. Dekat jalan Raya dan lapangan Perhutani ada Pandan Sari, Komplek yang cukup besar, menjadi sentral Kelurahan Karang Sawah, namun Panda Sari sekarang menjadi tiga, ada Sumber Harjo, dan Gunung Pandan, meskipun Sumber harjo awalnya hanya sebuah nama Rice Mill milik HJ, Masyitoh, tapi warga sekitar seperti ingin memisahkan diri dan menamakan Komplek Sumber harjo, mirip antara Palestina dan Israel, Negara didalam Negara, Gunung Pandan contoh kedua dari sejarah karang sawah, dari satu rumah sekarang sudah puluhan rumah berdiri, listrikpun sudah menerangi, bahkan ada SMK Tonjong didalamnya.

Sebelah barat yang bersiinggungan dengan Kabupaten Tegal adalah Komplek gardu, keselatannya ada Komplek kengbeng, biasa disebut juga Wadas Gumantung. Gardu adalah Komplek terbesar di kelurahan Kutamendala, rumah-rumah dipinggir rel dan deket sawah, kini bahkan sudah banyak sawah yang menjadi rumah di Gardu, ada Isyu bahwa Komplek Gardu mau memisahkan diri dan menjadi kelurahan sendiri, namun entah kapan belum jelas, Komplek gardu juga ada beberapa Komplek diantaranya, Krompot, Kubang kelong, dan Gili Putih. Jumlah penduduk kelurahan Kutamendala mungkin paling banyak se Kecamatan Tonjong, kalau warganya masih memakai KTP kampung, karena urusan pekerjaan, banyak warga Kelurahan Kutamendala yang pindah kewarganegaraan, sesuai daerah perantauannya. Sepuluh tahun atau dua puluh tahun kedepan mungkin akan ada nama Komplek baru di Kelurahan Kutamendala, yang paling dekat adalah wilayah jati Bungkus, sebelah Gunung Pandan, dari SMKN Tonjong menuju Gardu sudah banyak rumah berdiri, bisa jadi dengan ide dari para penghuninya akan menamakan wilayah itu adalah Komplek baru, dan jika sampai terjadi maka jarak antara Karang Sawah dan Gardu menjadi semakin dekat. Monggo silahkan usul nama untuk saudara baru kita. Aparat pemerintah Desa Kutamendala harus memikirkan gejala-gejala pertumbuhan penduduk dan pelebaran wilayah, khususnya dikemudian hari nanti akan ada nama-nama baru, kalau untuk jumlah wilayah tidak mungkin nambah, semakin banyak rumah dan bangunan di wilayah Desa Kutamendala, semakin sedikit jumlah lahan, ladang maupun sawah, apa kiat dan langkah Pemerintahan Desa Kutamendala untuk mengatasi itu, kita tunggu saja Gebrakannya.

DESAKU Bagian 1

Desaku ada diujung Kabupaten Brebes, paling selatan sebelum Bumiayu, ada tiga kali yang menjadi sumber air, Kali Lor atau ada yanng menyebut kali prupuk, Kali kidul atau Kali Pedes, dan Kali Glagah. Kali Lor memiliki keunikan banyak batu besar dan kuat, berwarna gelap seperti warna kulit kebo, disebelah utara ada hutan jati yang hijau dan rindang, sebelum habis dicuri massal pada awal masa Reformasi, tapi kini jati muda sudah mulai tumbuh dan menghijaukan kembali hutan dekat kali Lor, kali pedes dengan ciri pasir hitam dan batu kecil yang mudah dipecah, pasir dan batu kali Pedes adalah sumber daya alam yang sudah terkenal seantero Kabupaten Brebes, bahkan sampai Tegal, pasir dan batu yang melimpah ruah perlahan seakan habis dikuras oleh pengusaha batu belah atau split, koral, sehingga kini kali Pedes mengalami penurunan kualitas pasir dan batu karena semakin langka. Kali Glagah hampir sama dengan kali Pedes, pasir dan batu kecil-kecil, namun kualitas pasirnya lebih bagus kali Pedes, sebab Kali Glagah pasirnya berlumpur, warnanya tidak sehitam pasir kali Pedes. Ketiga kali ini memiliki keistimewaan masing-masing, dan ketiganya adalah sumber penghasilan yang tidak habis-habisnya, dan mungkin tidak akan habis jika hanya diperuntukkan bagi warga Kelurahan Kutamendala saja. Selain Kali dan Hutan atau alas, Kutamendala juga ada beberapa Gunung, meskipun bukan Gunung berapi, disebelah utara deket komplek Kutamendala ada Gunung Anjing dan Gunung Asu, didekat Komplek Pandansari ada Gunung Pandan, dan disebelah barat deket Komplek gardu ada Gunung menjangan. Ketiga Gunung tersebut sebenarnya bukan seperti gunung-gunung yang kita bayangkan, misal Gunung Slamet atau merapi, Gunung di Kelurahan Kutamendala adalah sebuah bukit kecil yang tidak terlalu tinggi, entah mengapa bukit itu dinamakan gunung. Digunung-gunung tersebut berisi tanaman-tanaman perkebunan, misal bambu, bodin, angkrik dan lain sebagainya, tanamannya heterogen, tergantung dari pemilik tanah didunung tersebut, Banyak kisah tentang asal usul nama Gunungtersebut namun sampai saat ini belum ada yang menuliskannya, yang banter tersiar adalah cerita-cerita mistiknya, nasib yang tragis adalah Gunung pandan, sejak ada SMK Negeri TONJONG, Gunung Pandan semakin berkurang, hanya tinggal beberapa ribu meter saja, dulu Gunung Pandan sejuk dipandang karena banyak pohon, sekarang hijaunya alam berganti pemandangan warna kuning coklat karang sisa pengerukan, dan tanah yang dulu subur seakan sirna akibat pembangunan yang katanya untuk kemakmuran, tapi nyatanya kata kemakmuran jauh panggan dari api, alias terbengkalai. Gunung Menjanganpun sekarang tinggal separo, sebab sudah diratakan setengah, hanya gunung anjing yang masih tegak berdiri karena jauh dari kampung, mungkin jika letaknya deket jalan raya nasibnya akan sama. Dahulu kala hampir seratus persen penduduk Desa Kutamendala adalah petani, pemilik sawah atau penggarap sawah, anak usia belasan tahun sudah mahir macul, seiring perkembangan jaman, dan semakin banyak jumlah penduduk, sawah yang tadinya ditanami padi, jagung dan tanaman palawija kini berganti bangunan rumah, dan tempat usaha, jumlah lahan sawah semakin berkurang, khususnya diwilayah Candi Bolang dan jati Bungkus, semenjak berdiri SMK, jalur irigasi terganggu, bahkan sebagian habis, sebab karena bangunan akhirnya wangan hilang yang akhirnya nasib sawah deket SMK terbengkalai, tidak produktif, sampai sang pemilik sawah menjualnya, dan kini sawah-sawah tersebut menjadi rumah. Semakin berkurangnya jumlah lahan sawah, semakin sedikit hasil panen dan semakin mahal harga beras. Sekarang kebanyakan warga Kelurahan Kutamendala adalah Perantauan, bukan hanya di jakarta, atau di Indonesia, bahkan sekarang sudah banyak yang menjadi Tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Perubahan sosial dari Petani menjadi perantau tentu merubah gaya hidup warga kelurahan Kutamendala, dan sekarang anak umur belasan sudah tidak mahir macul, bahkan yang umur tiga puluhanpun sudah lupa dengan jurus maculnya, karena sudah lama tidak menginjakkan kaki diswah. Sepuluh atau dua puluh tahun mendatang entah apa jadinya nasib Desa Kita, Hutan yang dulu setiap libur panjang sekolah kini sepi, kali yang dulu sarana bermain dan berenang kini sunyi, sawah untuk belajar bercocok tanam kini dijauhi. Masihkah akan bertahan desa Kutamendala atau akan menjadi Kota mandala.