Selasa, 09 April 2013

DESAKU Bagian 1

Desaku ada diujung Kabupaten Brebes, paling selatan sebelum Bumiayu, ada tiga kali yang menjadi sumber air, Kali Lor atau ada yanng menyebut kali prupuk, Kali kidul atau Kali Pedes, dan Kali Glagah. Kali Lor memiliki keunikan banyak batu besar dan kuat, berwarna gelap seperti warna kulit kebo, disebelah utara ada hutan jati yang hijau dan rindang, sebelum habis dicuri massal pada awal masa Reformasi, tapi kini jati muda sudah mulai tumbuh dan menghijaukan kembali hutan dekat kali Lor, kali pedes dengan ciri pasir hitam dan batu kecil yang mudah dipecah, pasir dan batu kali Pedes adalah sumber daya alam yang sudah terkenal seantero Kabupaten Brebes, bahkan sampai Tegal, pasir dan batu yang melimpah ruah perlahan seakan habis dikuras oleh pengusaha batu belah atau split, koral, sehingga kini kali Pedes mengalami penurunan kualitas pasir dan batu karena semakin langka. Kali Glagah hampir sama dengan kali Pedes, pasir dan batu kecil-kecil, namun kualitas pasirnya lebih bagus kali Pedes, sebab Kali Glagah pasirnya berlumpur, warnanya tidak sehitam pasir kali Pedes. Ketiga kali ini memiliki keistimewaan masing-masing, dan ketiganya adalah sumber penghasilan yang tidak habis-habisnya, dan mungkin tidak akan habis jika hanya diperuntukkan bagi warga Kelurahan Kutamendala saja. Selain Kali dan Hutan atau alas, Kutamendala juga ada beberapa Gunung, meskipun bukan Gunung berapi, disebelah utara deket komplek Kutamendala ada Gunung Anjing dan Gunung Asu, didekat Komplek Pandansari ada Gunung Pandan, dan disebelah barat deket Komplek gardu ada Gunung menjangan. Ketiga Gunung tersebut sebenarnya bukan seperti gunung-gunung yang kita bayangkan, misal Gunung Slamet atau merapi, Gunung di Kelurahan Kutamendala adalah sebuah bukit kecil yang tidak terlalu tinggi, entah mengapa bukit itu dinamakan gunung. Digunung-gunung tersebut berisi tanaman-tanaman perkebunan, misal bambu, bodin, angkrik dan lain sebagainya, tanamannya heterogen, tergantung dari pemilik tanah didunung tersebut, Banyak kisah tentang asal usul nama Gunungtersebut namun sampai saat ini belum ada yang menuliskannya, yang banter tersiar adalah cerita-cerita mistiknya, nasib yang tragis adalah Gunung pandan, sejak ada SMK Negeri TONJONG, Gunung Pandan semakin berkurang, hanya tinggal beberapa ribu meter saja, dulu Gunung Pandan sejuk dipandang karena banyak pohon, sekarang hijaunya alam berganti pemandangan warna kuning coklat karang sisa pengerukan, dan tanah yang dulu subur seakan sirna akibat pembangunan yang katanya untuk kemakmuran, tapi nyatanya kata kemakmuran jauh panggan dari api, alias terbengkalai. Gunung Menjanganpun sekarang tinggal separo, sebab sudah diratakan setengah, hanya gunung anjing yang masih tegak berdiri karena jauh dari kampung, mungkin jika letaknya deket jalan raya nasibnya akan sama. Dahulu kala hampir seratus persen penduduk Desa Kutamendala adalah petani, pemilik sawah atau penggarap sawah, anak usia belasan tahun sudah mahir macul, seiring perkembangan jaman, dan semakin banyak jumlah penduduk, sawah yang tadinya ditanami padi, jagung dan tanaman palawija kini berganti bangunan rumah, dan tempat usaha, jumlah lahan sawah semakin berkurang, khususnya diwilayah Candi Bolang dan jati Bungkus, semenjak berdiri SMK, jalur irigasi terganggu, bahkan sebagian habis, sebab karena bangunan akhirnya wangan hilang yang akhirnya nasib sawah deket SMK terbengkalai, tidak produktif, sampai sang pemilik sawah menjualnya, dan kini sawah-sawah tersebut menjadi rumah. Semakin berkurangnya jumlah lahan sawah, semakin sedikit hasil panen dan semakin mahal harga beras. Sekarang kebanyakan warga Kelurahan Kutamendala adalah Perantauan, bukan hanya di jakarta, atau di Indonesia, bahkan sekarang sudah banyak yang menjadi Tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Perubahan sosial dari Petani menjadi perantau tentu merubah gaya hidup warga kelurahan Kutamendala, dan sekarang anak umur belasan sudah tidak mahir macul, bahkan yang umur tiga puluhanpun sudah lupa dengan jurus maculnya, karena sudah lama tidak menginjakkan kaki diswah. Sepuluh atau dua puluh tahun mendatang entah apa jadinya nasib Desa Kita, Hutan yang dulu setiap libur panjang sekolah kini sepi, kali yang dulu sarana bermain dan berenang kini sunyi, sawah untuk belajar bercocok tanam kini dijauhi. Masihkah akan bertahan desa Kutamendala atau akan menjadi Kota mandala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar