Minggu, 16 Juni 2013

DESAKU Bagian 7


Belum ada keterangan dari pihak Pemerintahan Desa Kutamendala, kapan berdirinya Desa ini, dan sejak tahun berapa mulai ada Kepala Desa, atau mungkin saya yang kurang informasi. Setahu saya yang lahiran 70 an, Kepala Desa yang masih ingat jaman itu adalah Bapak Muklis, Balai Desanya sekarang jadi umah Lawet, setelah itu Balai Desa sampai sekarang di Sidodadi, seingat saya Kepala Desanya sudah Bapak Solikhin, alfalah. Tiga kali mengalami Masa Kepala Desa, Solikhin Nudin, Abdul Latief, dan Tadjudi, butuh informasi lebih banyak dari para pelaku sejarah siapa sebelum mereka Kepala Desanya, ini penting sesuai amanat Presiden Soekarno " JAS MERAH " Jangan sekali-kali Melupakan Sejarah. Kalau tingkat Nasional, keluarga mantan Presiden mendapat penghormatan luar biasa, ada Fasilitas anggaran untuk mereka, bagaimana dengan tingkat Desa, apakah ada penghormatan semacam itu, saya terus terang tidak mengetahui, seperti tidak tahunya kapan dan siapa saja Kepala Desa Kutamendala, sebelum tahun 70 an.

Banyak peristiwa terjadi selama kurun waktu sejak tahun 80 an sampai sekarang, dan yang masih hangat dalam benak setiap orang yang mengalami adalah masa-masa awal 90 an, peristiwa yang membuat banyak orang tidak nyaman, pertama adalah saat Demonstrasi di Balai Desa yang berakhir ricuh, dan hancurnya Balai Desa, cerita ini akan dikenang sampai kapanpun, karena sampai masuk Media Massa, itu terjadi awal 90 an, dan diakhir 90 an, peristiwa penebangan hutan jati setelah masa Reformasi, berujung pada gundulnya hutan dan sempat terjadi bentrok dengan polisi Brimob masuk kampung, berakhir dengan banyak saudara kita yang masuk penjara akibat peristiwa tersebut, gara-gara kayu jati, selanjutnya ada peristiwa yang juga menhebohkan pada tahun itu, ketika para suporter Persebaya yang kecewa final Liga Indonesia antara PERSEBAYA VS PSIS dipindah dari Jakarta, PSIS menang dan suporter Persebaya ( Bonek ) yang kecewa melempari bangunan, stasiun yang mereka lewati dari Jakarta ( stasiun Senen ), berakhir di Klenongan Kutamendala, tepatnya di Pandansari, peristiwa itu sangat memilukan, dan sangat tidak diharapkan.

Masih ditahun 90 an, awal diberlakukannya partai lebih dari tiga, juga ada insiden kerusuhan akibat salah faham di Balai Kambang, namun tidak seheboh Demonstrasi di Bali Desa dan tawuran massa dengan Bonek. Banyak peristiwa yang tetap dikenang dan disayangkan, tergantung dari sudut mana melihatnya, pembebasan tanah misalnya, adanya SMK N Tonjong, PUSKESMAS, POM BENSIN, dan Kuburan Gardu Yang semakin sempit, karena pelebaran jalan, itu juga menjadi catatan sejarah Kelurahan Kutamendala. Ada lagi peristiwa isyu Ninja yang meracuni sumur warga, dan mengancam keberadaan para Ustad dan Kiyai, sehingga hampir disetiap dukuh mengadakan penjagaan ketat dengan mendirikan pos-pos ronda, peristiwa salah tangkap penebang kayu jati ( Blandong ) juga mewarnai ditahun 90 an, ini perlu diceritakan kepada generasi penerus Kutamendala, agar dikemudian hari Peristiwa yang membuat tidak nyaman Masyarakat tidak terjadi lagi.

Tulisan ini untuk pelajaran kita semua bahwa setiap peristiwa hendaknya dicatat dan diabadikan, tidak hanya peristiwa kerusuhan tetapi peristiwa yang membanggakan perlu dicatat, sekarang bukan jamannya mesin ketik lagi, dan hampir 90 persen anak-anak muda yang sudah duduk di SMP atau MTs, sudah dapat mengetik komputer, sebab sudah banyak yang punya Hand Phone yang keyboardnya persis komputer, dan dengan maraknya pengguna Facebook atau twitter, tentu memudahkan seseorang untuk menulis, bukan hanya menulis status dan komentar. Sudah waktunya Pemerintah dari tingkat Desa mengoptimalkan kegiatan menulis, agar setiap peristiwa yang terjadi dapat dibaca oleh generasi berikutnya, untuk pembelajaran dan perbaikan kehidupan dimasa depan, tidak ada ruginya menulis, dengan menulis akan muncul gagasan dan ide-ide baru demi kemajuan Desa.

Sejak tahun 2000 an, daya nalar Masyarakat Desa Kutamendala tentang Pendidikan naik signifikan, hampir sudah tidak ada anak yang tidak mengenal huruf, artinya mereka sudah mau menyekolahkan anak, bahkan sampai tingkat Perguruan Tinggi, jumlah Sarjana di Desa Kutamendala sudah lebih dari ratusan, dan lulusan setingkat SMA hampir 60 persen, degan tingkat pendidikan seperti itu pasti akan ada hasil yang baik dan kemajuan untuk Desa, meski itu bukan sekarang, kita mesti optimis bahwa dengan banyak membaca dan menulis perubahan itu akan lahir dengan sendirinya, ada orang bijak yang mengatakan, " jangan bilang seberapa banyak Desa memberimu, tetapi seberapa banyak kamu memberi untuk Desamu " mari berlomba-lomba untuk kebaikan dan kemajuan Desa, lupakan Egois pada diri sendiri, keluarga, golongan apalagi Partai, kita berjalan, berfikir bergandengan tangan, bersama untuk sebuah cita-cita mulia, memajukan Desa. Selamat Mencoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar