Kamis, 16 Juni 2011

GERHANA

Bulan sejak sore sudah mulai nampak diatas langit senja jingga, matahari masih bulat penuh berwarna merah, dua benda bulat itu seakan sedang bercakap-cakap, siapa yang lebih indah menurut manusia. Matahari tersenyum pada Bulan, dan bulan tersipu malu membalas senyumnya, bulan merasa malu sebab belum malam sudah menampakkan diri, matahari tetap tersenyum seperti senyum pada sang kekasih.



Matahari pelan-pelan tenggelam masuk kedalam gumpalan awan yang mulai tebal menjelang malam. Bulan melepas kepergian matahari dengan penuh kecewa, sebab sesungguhnya ada banyak hal ingin dikatakannya, namun kehendaknya tidak pernah sampai, sebab punya tugas masing-masing yang tidak boleh ditinggalkan dan tidak boleh tertukar. Bulan malu-malu menyapa bumi, selamat malam.



Bumi seisinya menyapa bulan sore, bulan seperti sedih dengan salah ucapnya, sebab dia sadar bahwa waktunya adalah malam, sedangkan ini masih sore menurut penduduk bumi, matanya sembab, mendung menggelayuti wajahnya, airmatanya tak pernah dia tumpahkan kepada bumi dan seisinya, dia adalah penerang bumi dan tak boleh kesedihannya ditunjukkan kepada bumi, bulan murung dan awan menutupinya, sebagai sahabat awan tahu akan kesedihan bulan.



Di balik awan bulan menangis tersedu, awan menyelimuti dengan mendung agar bulan tak tampak oleh bumi. aduhai bumi, seandainya kamu tahu kalau malam ini aku akan redup, bukan karena aku tak mau menerangimu, tapi ada waktunya aku meredup untuk beberapa saat, dan aku tak tahu sampai kapan, sebab terang dan redupny aku bukan kehendakku, tetapi kehendak-Nya. maafkan aku bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar